Rabu, 30 Januari 2008

REFORMASI BIROKRASI GAYA MADIUN

Pemerintah Kabupaten Madiun dinobatkan sebagai salah satu dari 10 kapubaten di Jawa Timur sebagai penerima Profesionalisme Award Tahun 2007 dengan predikat terbaik. Pemkab Madiun yang kini dipimpin oleh Bupati Djunaedi Mahendra dinilai berhasil mengembangkan inovasi lokal.
Inovasi lokal tersebut antaranya adalah berupa pelimpahan wewenang dari Bupati kepada Wakil Bupati untuk menangani urusan internal birokrasi, menetapkan Pakta Integritas antara Bupati dengan Pimpinan SKPD, menerapkan Pola Karier, menetapkan Standar Kompetensi di setiap SKPD; melaksanakan fit and proper test untuk jabatan eselon III dan IV, menerapkan reward berdasarkan kinerja, sambang desa bupati beserta pimpinan SKPD setiap bulan, membentuk Lembaga Penampung Pengaduan Masyarakat (Lempungdumas) dengan saluran hotline 24 jam. Memberikan reward bagi PNS beprestasi setiap bulan, melakukan evaluasi kinerja pimpinan SKPD setiap bulan.
Pemda lain yang mendapatkan predikat terbaik adalah, Kabupaten Bondowoso, Kota Probolinggo, Kota Malang, Kota Blitar, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Malang, dan Kab. Jombang.
Lima Pemda yang mendapat predikat baik adalah Kabupaten: Sumenep, Sidoarjo' Pasuruan, Ponorogo, dan Pamekasan. Dimana inti inovasi yang dilakukan oleh Pemda Madiun adalah reformasi birokrasi untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance).
Bagi Pemkab Madiun, reformasi dimaknai sebagai paradigma birokrasi dengan mengubah moralitas aparatur pemerintah daerah. Awalnya dilakukan oleh Bupati Madiun adalah mengubah paradigma birokrasi di Pemda yang selama puluhan tahun memposisikan diri sebagai "penguasa" dan "tukang perintah" dan populernya dengan semboyan "kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah," manjadi "pelayan" sebagai wujud kepemerintahan yang baik (good governance).
Usaha tersebut memerlukan keberanian dan komitmen dari pimpinan daerah, dalam hal ini Bupati, untuk melakukan perombakan total, bukan hanya sekadar tambal-sulam. Ternyata keberanian dan komitmen saja tidak cukup, Bupati Madiun harus membangun kemauan dan kesadaran yang kuat dari seluruh jajaran aparatur.
Karena tanpa dapat dukungan dari jajaran birokrasi dipimpinnya, tidak mungkin Bupati bisa membangun good governance di lingkungan Pemda Madiun. "Jika setiap individu mempunyai kapasitas moral sejalan dengan nilai keagamaan dan memiliki kesadaran sebagai warga negara yang baik, maka kepemerintahan yang baik akan terbangun dengan sendirinya."
"Yang pada gilirannya dapat memulihkan kredibilitas dan citra birokrasi yang di masa lalu tercatat sangat buruk," ujar Djunaedi Mahendra.
Moral menjadi titik kunci, untuk itulah kemudian Djunaedi memprakarsai membangun moralitas aparatur yang dipimpinnya. Sebagai tool, Djunaedi membuat Pakta Integritas dan Tranparansi. Seluruh aparatur dipimpinnya menyatakan janji secara tertulis, dan penandatanganannya disaksikan Sekjend Depdagri Progo Nurjaman bersamaan dengan peringatan Hari Jadi Kabupaten Madiun ke-437.
Untuk mengimplementasikan kebijakan itu, Bupati mengeluarkan dua surat keputusan dan satu Instruksi. Keputusan itu semuanya menyangkut Pakta Integrasi dan Transparansi. Untuk memonitor sejauh mana perjanjian itu ditaati, Bupati terpaksa bekerja lebih keras dan menghabiskan waktunya di luar kantor.
Bupati turun langsung ke masyarakat, berdialog sampai ke pedesaan memonitor sejauh mana para aparatur mentaati apa yang tercantum dalam perjanjian. "Proses pemulihan kepercayaan masyarakat kepada birokrasi Pemerintah Kabupaten Madiun harus diawali dengan menegakkan fungsi aparatur pemerintah daerah sebagai pelayan masyarakat.
Hal ini sesuai dengan visi-nya pelayanan masyarakat tepat, cepat, dan murah, serta misi-nya menyelenggarakan pelayanan publik akuntabel dan transparan dalam mening-katkan partisipasi publik yang dinamis.(jo)

Tidak ada komentar: